Artikel ini merupakan opini saya tentang penggunaan Linux dan Open Source Software (OSS) yang adalah pilihan bagi masing-masing individu. Diawali dengan 5 butir pemikiran pribadi berdasarkan pengalaman pribadi saya, saya menyimpulkan bahwa pilihan untuk menggunakan Linux dan OSS tidak dapat dipaksakan, tetapi, walaupun begitu, bagi komunitas pengguna Linux dan OSS, jika kita tidak mengenalkan Linux dan OSS pada komunitas bukan pengguna Linux dan OSS, bagaimana mereka bisa memilih untuk menggunakan Linux dan OSS? Tidak kenal Linux dan OSS, pasti tidak akan memilih Linux dan OSS.
Beberapa waktu yang lalu, saya pernah didebat oleh beberapa rekan kerja saya tentang keuntungan penggunaan Linux dan OSS seperti OpenOffice.org, Blender, Gimp, dll, dalam aplikasi sehari-hari. Mereka beropini, menggunakan Linux dan OSS itu sedikit untungnya tetapi banyak susahnya. Mereka mencontohkan jika mereka ingin menginstall program harus selalu memperhatikan dependencies dari program tersebut; belum lagi masalah konfigurasi yang "njlimet". Selain itu, upgrade programnya juga terlalu sering, sehingga cukup merepotkan. Lalu, mereka membandingkan dengan penggunaan sebuah propriatery operating system dan propriatery software-software lain yang sangat terkenal dan banyak digunakan. Menurut mereka, banyak sekali kemudahan-kemudahan yang dialami seperti instalasi program baru yang sangat mudah dan upgrade yang sangat jarang. Salah satu statement mereka adalah "Hidup kok dibuat susah ... yang gampang-gampang saja ... ngapain susah-susah pakai Linux dan OSS padahal ada yang gampang ..."
Didebat seperti itu, saya, yang sejak akhir tahun 2003 telah secara total menggunakan Linux dan OSS, tidak langsung mendebat keras, tetapi, saya mulai menjelaskan, paling tidak, pemikiran dan opini saya tentang Linux dan OSS, sebenarnya apa sih alasan saya menggunakan Linux dan OSS ...
Pertama, dan juga tidak bisa ditawar-tawar lagi, masalah lisensi. Sebagian besar propriatery operating system dan software dijual dalam harga yang relatif mahal, terutama buat saya. Bisa-bisa, gaji saya sebulan habis untuk beli software ... itupun cuma dapat beberapa software ... Kalau membajak, sudah pasti, melanggar UU HAKI. Nah, solusi bagi siapa saja yang tidak berduit banyak dan ingin tidak melanggar UU HAKI, hanya satu: menggunakan Linux dan OSS. Dengan biaya yang relatif tidak mahal, kita bisa menggunakan Linux dan OSS dengan bebas, dalam koridor lisensi OSS seperti GPL, dsb.
Kedua, berdasarkan pengalaman saya, penggunaan Linux dan OSS membuat penghematan kapasitas hard disk yang sangat luar biasa. Sewaktu masih menggunakan propriatery operating system dan software, saya membutuhkan kapasitas hard disk minimal 20GB, dan itu sangat cepat "habis" jika banyak program yang diinstall. Bahkan, saya pernah mendengar keluh-kesah teman saya, kalau hard disk yang 160GB saja sekarang ini sudah tidak "layak" digunakan lagi karena propriatery operating system dan software yang baru sudah sangat "boros". Ketika saya beralih ke Linux dan OSS, kapasitas hard disk yang saya gunakan untuk operating system dan software tidak lebih dari 12 GB; itu sudah super sangat banyak OSS yang saya install pada Laptop saya. Sisanya, bisa "foya-foya" untuk data.
Ketiga, Linux dan OSS relatif "ringan", relatif tidak banyak menyedot resources PC/Laptop. Propriatery software dan operating system yang baru rata-rata mensyaratkan spesifikasi hardware yang sangat tinggi, entah itu prosesornya atau kapasitas RAM; sekarang ini, sebagian besar mensyaratkan penggunaan minimal prosesor sekelas Pentium 4 dan RAM 1GB, itupun dengan konfigurasi hardware minimal, sangat terasa "lemot"-nya (lemot = lambat). Untuk Linux dan OSS, spesifikasi hardware yang dibutuhkan lebih rendah dari itu; bisa saja prosesor sekelas Pentium II atau III, RAM cuma 512MB (itu jika menggunakan KDE atau Gnome). Bahkan, Linux dan OSS, beberapa masih bisa jalan pada komputer tua; tentu saja jangan menggunakan KDE atau Gnome :) ... Dari penjelasan tersebut, PC/Laptop yang berspesifikasi tinggi --jika menggunakan propriatery operating system dan software ternyata performance-nya biasa-biasa saja-- pasti akan terasa cepat, dengan kata lain, performance-nya akan "sip" jika menggunakan Linux dan OSS, untuk mengerjakan pekerjaan yang levelnya sama, dengan hasil yang sama pula ... so pasti ... hemat waktu mengerjakan dan tidak perlu jengkel menunggu loading software :) ...
Keempat, juga berdasarkan pengalaman saya, penggunaan Linux dan OSS akan membuat penggunanya semakin mengerti proses yang terjadi saat booting, eksekusi program, cara kerja operating system, cara kerja driver, konsep networking, konsep multi user, bahkan, jika pengguna mempunyai skill programming yang baik dan mencoba untuk mengeksplorasi source code dari OSS maka pengguna tersebut akan mendapatkan banyak sekali pengetahuan yang tidak ternilai harganya untuk pengembangan diri. Saya, sebagai seorang dosen, sering mendapatkan hal-hal baru yang dulunya belum pernah saya ketahui, dan pengetahuan baru itu dapat memperkaya saya saat saya mengajar. berdiskusi, serta membimbing mahasiswa-mahasiswa saya dalam hal Arsitektur Komputer, Programming, Networking, dan Embedded System. Hal inilah yang terus-menerus memacu saya untuk mengoprek Linux dan OSS.
Kelima, yang ini akan terasa sangat idealis, penggunaan Linux dan OSS tidak membuat saya terikat pada suatu perusahaan atau sekelompok orang yang eksklusif, tertutup, dan berorientasi total pada profit. Memang, dalam dunia industri dan perdagangan, profit itu yang terutama dan pasti ada usaha-usaha khusus untuk "mengamankan" profit, misalnya, dengan cara meng-"close" akses-akses yang dapat mengurangi peningkatan profit seperti menutup source code, memasang dongle hardware, dsb. Itu wajar. Akan tetapi, sebagai anggota suatu komunitas sosial, apa salahnya jika share kepada orang lain yang memang membutuhkan tetapi mengalami keterbatasan untuk mendapatkan. Pemikiran saya, misalnya, suatu perusahaan pengembang software membebaskan penggunaan software untuk kalangan pelajar dan organisasi sosial, perusahaan tersebut masih tetap dapat memperoleh profit pada beberapa waktu yang akan datang; karena pelajar yang terbiasa menggunakan software tersebut, saat bekerja di suatu perusahaan lain, pasti akan menyarankan atasannya untuk menggunakan software tersebut, sehingga perusahaan tersebut akan membeli lisensi penggunaan software dari perusahaan pengembang software itu --> ini kan menghasilkan profit! Contoh lain, karena pelajar tersebut telah menyarankan penggunaan software tersebut, perusahaan tempat pelajar tersebut bekerja bisa membeli jasa technical support dari perusahaan pengembang --> profit lagi! Jadi, perusahaan-perusahaan pengembang software yang tidak sekedar mengutamakan profit, kelihatannya rugi di awal-awal, tetapi, setelah beberapa waktu lamanya, mereka akan menuai profit yang besar. Konsep inilah yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan pengembang OSS dan free software seperti Trolltech (kelihatannya sekarang telah diakuisisi oleh Nokia) dengan Qt-nya, RedHat dengan RHEL, Fedora-nya, Novell dengan SUSE Enterprise-nya, Sun dengan Java, Open Solaris, OpenOffice.org, Virtual Box-nya, dsb. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak bangkrut gara-gara share dengan komunitas, malahan, mereka semakin unjuk gigi sehingga perusahaan pengembang propriatery software perlu mewaspadai mereka dalam persaingan industri software.
Nah ... berdasarkan kelima pemikiran/opini saya itu, saya menyimpulkan bahwa sebenarnya penggunaan Linux dan OSS itu merupakan pilihan individu, tidak dapat dipaksakan, karena tiap individu mempunyai pemikiran sendiri-sendiri tentang apa yang dianggap baik dan bermanfaat. Bagi yang suka menggunakan propriatery software, silakan saja, asal tidak melanggar hukum. Bagi pengguna OSS, silakan menggunakan dengan bebas dalam koridor lisensi yang biasanya disebutkan pada dokumen license.txt.
Logikanya, bagaimana mereka bisa memilih menggunakan OSS jika mereka tidak mengenal OSS?Akhir kata, bagi saya dan pengguna OSS, dalam mempopulerkan OSS, kita perlu mengenalkan OSS kepada semua pengguna propriatery software, minimal, beri kesempatan kepada mereka untuk "mencicipi" OSS, selanjutnya terserah mereka ... Logikanya, bagaimana mereka bisa memilih menggunakan OSS jika mereka tidak mengenal OSS? Hal ini yang saya lakukan di laboratorium. Mahasiswa semester dua saya kenalkan dengan Linux dan OSS; mereka menggunakannya dalam waktu satu semester. Selanjutnya ... terserah mereka. Berdasarkan pengalaman saya, paling tidak sekitar 30% - 40% dari mereka, tertarik untuk mencoba Linux dan OSS lebih dalam. Langkah saya juga diikuti oleh dosen-dosen dari jurusan, fakultas, dan departemen lain yang juga mengenalkan OSS untuk kegiatan perkuliahan dan laboratorium, seperti penggunaan R untuk statistik, Maxima serta wxMaxima untuk matematika, OpenOffice.org untuk dokumentasi laporan mahasiswa, NetKit dan ns-2 untuk networking, dan Scilab untuk aplikasi signal processing.
3 comments:
Bagaimana dengan software bajakan mas? apa yang disebut gampang2 oleh teman2 anda (juga teman2 kami) itu karena akses mendapatkan software bajakan sangat mudah dan murah meriah...apalagi banyak yg menyewakan atau bisa copy dari teman...
mungkin gerakan open source di Indonesia harus lebih dulu melawan arus pemikiran konsumsi barang bajakan, baru menawarkan beragam keunggulan dan kemudahan secara teknisnya...
Memang, kemudahan untuk mendapatkan software bajakan membuat teman-teman kita jadi "malas" mencoba open source OS dan software walaupun itu melanggar hukum (HaKI) ... :(
Sejauh yang saya tahu, gerakan open source di Indonesia memang telah dikaitkan dengan HaKI; terlihat mulai munculnya warnet-warnet yang menggunakan Linux. Jika saya mempromosikan Linux dan open source software (OSS), saya selalu menyinggung soal HaKI dulu, kemudian ke arah fitur-fitur unggulan dari OSS.
salam
OSS perkembangannya lambat untuk aplikasi tertentu, semisal LMMS, padahal FL sudah memproduksi versi 10 studio
Post a Comment